Terik matahari terasa membakar kulitku, keringat membasahi jidat, kadang menetes ke mata meskipun kepala tertutup topi. Angin bertiup agak kencang, menebar debu jalan , membuat orang-orang menutup hidung malah ada yang memakai masker. Maklum, hari ini memasuki bulan ketiga musim kemarau.
Aku duduk
melepas lelah, berteduh di bawah rindang pohon. Bangku yang kududuki entah
dibuat oleh siapa, yang pasti aku yakin orang tersebut telah berbuat kebaikan
yang sangat berarti bagiku hari itu. Tiupan angin sedikit demi sedikit
mengeringkan keringatku, bajuku tak terasa basah lagi. Aku merasa segar, meski
sering juga kututup hidung untuk menghindari debu yang diterbangkan angin.
“Sedang
apa, Nak, melamun ya?” Aku dikagetkan oleh sapaan seorang bapak yang belum
pernah aku temui selama ini. Agak tersipu memang, aku berusaha lebih ramah.
“Oo, tidak juga si, hanya berpikir tentang masa depan, Pak!” jawabku sambil
memandang sebuah kendaraan yang baru lewat. “Nak, masa depan jangan terlalu
dipikirkan, khawatir hanya sebatas dipikirkan. Masa depan harus diimpikan, lalu
kita berusaha, bekerja keras, kerja cerdas, dan kerja cermat”. Bapak itu diam
sejenak, lalu balik bertanya. “Tahu maksudnya, Nak?” Sorot mataku memandang tatapan
mata bapak itu, aku menganggukan kepala walaupun sebenarnya aku belum mengerti.
“Ya, agar apa yang kita impikan tercapai, meskipun kadang tidak sesuai dengan
apa yang kita impikan, tapi masa depan kita jauh lebih baik dari masa sekarang,
Nak”, kata bapak itu lagi.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar