Senin, 09 Maret 2015

Bentuk demokrasi di Indonesia

2.       Bentuk demokrasi di Indonesia
-          Pengertian
Demokrasi adalah salah satu bentuk pemerintahaan dalam sebuah negara dengan kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung atau melalui perwakilan. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία  (dēmokratía) “kekuasaan rakyat”, yang dibentuk dari kata δῆμος (dêmos) “rakyat” dan κράτος (Kratos) “kekuasaan”, merujuk pada sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota kuno yunani, khususnya athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM. Istilah demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan orang banyak (rakyat). abraham lincoln dalam pidato gettysburgnya mendefinisikan demokrasi sebagai “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Hal ini berarti kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi ada di tangan rakyat dan rakyat mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur kebijakan pemerintahan.Melalui demokrasi, keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak.

Demokrasi di negara Indonesia sudah mengalami kemajuan yang pesat. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan dibebaskan menyelenggarakan kebebasan pers, kebebasan masyarakat dalam berkeyakinan, berbicara, berkumpul, mengeluarkan  pendapat, mengkritik bahkan mengawasi jalannya pemerintahan. Tapi bukan berarti demokrasi di Indonesia saat ini sudah berjalan sempurna. Masih banyak persoalan yang muncul terhadap pemerintah yang belum sepenuhnya bisa menjamin kebebasan warga negaranya. Seperti meningkatnya angka pengangguran, bertambahnya kemacetan di jalan, semakin parahnya banjir, dan masalah korupsi.
Dalam kehidupan berpolitik di setiap negara yang kerap selalu menikmati kebebasan berpolitik namun tidak semua kebebasan berpolitik berjalan sesuai dengan yang diinginkan, karena pada hakikatnya semua sistem politik mempunyai kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Demokrasi adalah sebuah proses yang terus menerus merupakan gagasan dinamis yang terkait erat dengan perubahan. Jika suatu negara mampu menerapkan kebebasan, keadilan, dan kesejahteraan dengan sempurna, maka negara tersebut adalah negara yang sukses menjalankan sistem demokrasi. Sebaliknya, jika suatu negara itu gagal menggunakan sistem pemerintahan demokrasi, maka negara itu tidak layak disebut sebagai negara demokrasi.
Oleh karena itu, kita sebagai warga negara Indonesia yang menganut sistem pemerintahan yang demokrasi, kita sudah sepatutnya untuk terus menjaga, memperbaiki, dan melengkapi kualitas-kualitas demokrasi yang sudah ada. Demi tercapainya suatu kesejahteraan, tujuan dari cita-cita demokrasi yang sesungguhnya akan mengangkat Indonesia kedalam suatu perubahan.
Demokrasi Indonesia pasca kolonial, kita mendapati peran demokrasi yang makin luas. Di zaman Soekarno, kita mengenal beberapa model demokrasi. Partai-partai Nasionalis, Komunis bahkan Islamis hampir semua mengatakan bahwa demokrasi itu adalah sesuatu yang ideal. Bahkan bagi mereka, demokrasi bukan hanya merupakan sarana, tetapi demokrasi akan mencapai sesuatu yang ideal. Bebas dari penjajahan dan mencapai kemerdekaan adalah tujuan saat itu, yaitu mencapai sebuah demokrasi. Oleh karena itu, orang makin menyukai demokrasi.

-          Contoh kasus

Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat

Setelah tumbangnya rejim Soeharto pada tahun 1998 yang didahului dengan demonstrasi mahasiswa secara besar-besaran, sejak tahun 1999 hingga tahun 2002 telah dilakukan empat kali amandemen terhadap UUD 1945 (yang selanjutnya dalam tulisan ini UUD pasca amandemen akan disebut sebagai UUD RI). Keempat amandemen tersebut merubah banyak hal, mulai dari sistem pemerintahan hingga dimasukkannya beberapa ketentuan Hak Azasi Manusia kedalam UUD RI. Termasuk yang mengalami perubahan adalah pasal 1 ayat (2) yang dirobah melalui amandemen ke tiga.Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang semula menyatakan bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, dengan amandemen ketiga, pasal tersebut dirubah hingga berbunyi:“Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”Dengan berubahnya bunyi pasal 1 ayat (2) tersebut maka MPR bukan lagi pemegang kedaulatan rakyat, bukan lagi sebagai lembaga pelaksana kedaulatan rakyat, atau lembaga yang melakukan kedaulatan (atas nama) rakyat. Kadaulatan tetap berada ditangan rakyat, hanya saja pelaksanaan kedaulatan tersebut (oleh rakyat) harus menurut Undang-Undang Dasar. Sesungguhnya, anak kalimat terakhir ini sangat aneh. Bagaimana mungkin kedaulatan rakyat dibatasi oleh kebijakan yang merupakan produk dari wakil rakyat? Apakah ini berarti kalau rakyat menghendaki perombakan sistem kenegaraan, tetapi jika para wakil rakyat tidak menghendakinya, maka perubahan tidak boleh dilakukan? Pertanyaan ini muncul karena dalam pasal 3 ayat (1) ditentukan bahwa yang berwenang mengubah Undang-Undang Dasar adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat. Bahkan didalam pasal 37 ayat (5) ditentukan bahwa khusus tentang bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan. Ini berarti, bahwa walaupun rakyat menghendaki perubahan, kalau MPR tidak menghendaki, maka perubahan tidak boleh dilakukan. Bahkan, jika rakyat menghendaki dilakukannya perubahan bentuk negara, karena hal itu telah dilarang oleh Undang-Undang Dasar, maka tetap saja perubahan tersebut tidak boleh dilakukan (tentusaja secara konstitusional, bukan melalui jalan revolusi rakyat).Sampai disini, pertanyaan yang layak untuk diajukan adalah, apakah berdasarkan UUD RI hasil amandemen, sesunguhnya rakyat masih memiliki kedaulatannya? Jawabnya bisa dipastikan tidak, karena, sebagaimana yang juga dinyatakan oleh Rousseau, kedaulatan tidak bisa dibatasi. Pilihannya hanyalah ada atau tidak ada. Tidak ada jalan tengah. Artinya, kedaulatan yang dibatasi sama artinya tidak memiliki kedaulatan. Berdasarkan alasan tersebut diatas, nampak betapa elit kekuasaan masih tetap terus berusaha untuk membatasi kedaulatan rakyat. Mereka memiliki keyakinan, bahwa rakyat tidak mungkin dapat menggunakan kedaulatannya dengan benar, karena itu harus diatur dan dibatasi, yang sesungguhnya sama artinya dengan dirampas.Kalau negara Indonesia masih ingin mengakui kedaulatan rakyat, maka anak kalimat akhir dalam pasal 1 ayat (2) UUD RI yang berbunyi: “dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar,” harus dihilangkan. Sementara itu, pasal 37 ayat (5) sama sekali harus dihilangkan, karena selain berarti merampas kedaulatan rakyat, juga tidak berguna sama sekali. Bagaimanapun juga, karena kewenangan untuk mengubah UUD ada ditangan MPR., yang berarti termasuk juga mengubah pasal 37 ayat (5) (harap diingat, pasal 3 ayat (1) berlaku untuk semua pasal, karena tidak mengecualikan pasal 37 ayat (5)), maka adanya ketentuan dalam pasal 37 ayat (5) yang berupa larangan untuk mengubah bentuk negara kesatuan republik Indonesia menjadi tidak berguna. Larangan dalam ayat tersebut merupakan kesia-siaan, yang hanya akan menambah bunyi-bunyian tanpa makna, dan menambah tinta untuk menulis kalimat yang tak berarti.
-          Analisis kasus
Warga masyarakat di daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari  warga  masyarakat  Indonesia  secara  keseluruhan,  yang  mereka  juga berhak atas kedaulatan yang merupakan hak asasi mereka, yang hak tersebut dijamin dalam konstitusi kita Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Oleh karena itu, warga masyarakat di daerah, berdasarkan kedaulatan yang mereka punya, diberikan hak untuk menentukan nasib daerahnya masing-masing, antara lain dengan memilih Kepala Daerah secara langsung.


sumber: - http://lizasisdenty20.blogspot.com/2013/04/pendidikan-kewarganegaraan-konsep.html
http://hadiwahono.blogspot.com/2013/06/amandemen-uud-mengembalikan-kedaulatan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar